Adakah Penularan Penyakit?
عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه قال: ((لاَ عَدْوَى وَلاَ طِيَرَةَ وَلاَ هَامَةَ وَلاَ صَفَرَ، ولاَ نَوْءَ وَلاَ غُوْلَ، وَيُعْجِبُنِي الْفَأْلُ)) أخرجه مسلم في كتاب السلام، باب لا عدوى ولا طيرة ولا هامة ولا صفر ولا نوء، برقم 2222
“Dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam,bahwasanya beliau bersabda:”Tidak ada ‘Adwa (penyakit menular), tidak Thiyaroh (merasa sial), tidak ada Haamah (burung hantu), tidak ada Nau (ramalan bintang/zodiak), tidak ada Ghaul (nama jin), dan aku menyukai al-Fa’l (optimis).”[HR. Muslim, Kitab as-Salam, Bab La ‘Adwa, wa La Thiyaroh, wa La Haamah,wa La Nau]
Penjelasan Hadits.
Makna hadits adalah, menolak dan membatalkan apa yang diyakini oleh orang-orang jahilyah bahwa segala sesuatu (penyakit) menular dengan sendirinya. Keyakinan seperti ini adalah batil dan keliru. Yang benar adalah bahwa hanya Allahlah yang mengatur alam semesta ini. Mendengar hal itu sebagian sahabat radhiyallahu ‘anhum berkata:”Wahai Rasulullah, sekelompok unta berada di tengah padang pasir, kemudian masuk kedalamnya unta yang terkena kudis dan menular ke unta yang lain maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda (mengingkari keyakinan mereka):”lantas siapakah yang menularkan pertama kalinya? [HR. Bukhari dan Muslim]
Maknanya adalah bahwa yang menurunkan/menyebabkan unta yang pertama kudisan adalah yang menyebabkan unta yang lain kudisan juga. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan kepada mereka bahwa bercampurnya unta dengan unta yang lain menjadi sebab berpindahnya penyakit dari unta sakit ke unta sehat dengan izin Allah Subhanahu wa Ta’ala. Oleh sebab itu beliau bersabda:
((لَا يُورِدُ مُمْرِضٌ عَلَى مُصِحٍّ))
أخرجه البخاري في كتاب الطب، باب لا عدوى، برقم 5775، ومسلم في كتاب السلام، باب لا عدوى ولا طيرة ولا هامة ولا صفر ولا نوء، برقم 2221
”Janganlah mencampurkan (unta) yang sakit ke yang sehat.”[HR. Bukhari dan Muslim]
Maknanya adalah larangan mencampurkan unta yang sakit, kudis atau yang semacamya dengan unta yang sehat, karena pencampuran tersebut terkadang menyebabkan berpindahnya penyakit dari yang sakit ke yang sehat dengan izin Allah. Hal yang semacam ini sebagaimana sabda beliau:
((فِرَّ مِنَ الْمَجْذُومِ فرارك مِنَ الأَسَدِ))
أخرجه البخاري في كتاب الطب، باب الجذام، وأحمد في المسند
“Menjauhlah dari dari kusta, sebagaimana menjauhnya engkau dari singa.” (HR. Bukhari, Kitab ath-Thib bab Judzaam, dan Ahmad dalam Musnad, )
Hal itu karena percampuran (orang yang sakit dengan yang sehat) kadang kala menyebabkan menularnya penyakit dari orang sakit ke yang lainnya. Dan telah datang riwayat dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa penularan tersebut semata-mata karena izin Allah Subhanahu wa Ta’ala, bukan menular dengan sendirinya.
Kesimpulannya:
Sesungguhnya hadits-hadits dalam masalah ini menunujukkan bahwa tidak ada penyakit menular versi orang jahiliyah yaitu bahwasanya penyakit itu menular dengan sendirinya. Dan bahwasanya perkara ini (menularnya penyakit) semata-mata berada di tangan Allah, kalau Dia berkehendak menularlah penyakit tersebut ke orang yang sehat dan apabila berkehendak lain maka tidak akan menular. Hanya saja kaum muslimin diperintahkan untuk mengambil sebab yang bermanfaast dan meninggalkan apa-apa yang berakibat buruk.
Makna Thiyaroh
Adapun sabda beliau((ولا طيرة)) tidak Thiyaroh (merasa sial) maknanya adalah membantah apa yang diyakini oleh orang jahiliyah yang merasa sial dengan pemandangan atau suara-suara yang dibenci dan hal tersebut mengalangi mereka dari meneruskan hajat/keperluan mereka. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam membatalkan dan menolak hal itu. Dalam hadits yang lain beliau bersabda:
((الطيرة شرك الطيرة شرك))
“Thiyaroh itu syirik, thiyaroh itu syirik.”
Dan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
إذا رَأى أحَدُكُمْ ما يَكْرَه فَلْيَقُلْ: اللَّهُمَّ لا يَأتي بالحَسَناتِ إلا أنتَ، وَلا يَدْفَعُ السَّيِّئاتِ إلا أنْتَ، وَلا حوْلَ وَلا قُوَّةَ إلا بِكَ أخرجه أبو داود في كتاب الطب، باب في الطيرة، برقم 391
“Apabila salah seorang di antara kalian melihat apa yang dia benci, maka katakanlah:
اللهُمَّ لَا يَأْتِي بِالْحَسَنَاتِ إِلَّا أَنْتَ، وَلَا يَدْفَعُ السَّيِّئَاتِ إِلَّا أَنْتَ، وَلَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِكَ
(Ya Allah tidak ada yang mendatangkan kebaikan kecuali Engkau, dan tidak ada yang menolak keburukan kecuali Engkau, dan tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan izin-Mu). [HR. Abu Dawud, Kitab ath-Thib bab Thiyaroh no. 3919]
Dan diriwayatkan dari beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa beliau bersabda:
مَنْ ردَّتْهُ الطِيَرَةُ عن حاجتِهِ فقدْ أشرَكَ قالوا: وما كفارة ذلك يا رسول الله؟ قال: ((أن يقول: اللهم لاَ خَيْرَ إلا خَيْرُكَ وَلاَ طَيْرَ إلا طَيْرُكَ وَلاَ إِلَهَ غَيْرُكَ))
أخرجه الإمام أحمد في المسند، مسند المكثرين من الصحابة، مسند عبد الله بن عمرو بن العاص رضي الله عنه برقم 7005
“Barang siapa yang mengurungkan/menghentikan hajatnya/keperluannya karena thiyaroh maka dia telah melakukan kesyirikan.”Sahabat bertannya:”Ya Rasulullah apa kafaratnya?” Beliau menjawab: “(Dan kafarat/penebusnya) adalah mengucapkan :
اللهم لاَ خَيْرَ إلا خَيْرُكَ وَلاَ طَيْرَ إلا طَيْرُكَ وَلاَ إِلَهَ غَيْرُكَ
“Ya Allah, tidak ada kebaikan kecuali kebaikan Engkau dan tidak ada kesialan kecuali dari Engkau (yang telah engkau tetapkan) dan tidak ada Ilah yang berhak diibadahi melainkan Engkau.” [HR. Ahmad, dalam musnad dari Abdullah bin Amr radhiyallahu ‘anhuma]
Makna Haamah
Adapun Haamah adalah burung hantu, yang diyakini oleh orang jahiliyah bahwa apabila bersuara di atas rumah salah seorang di antara mereka, maka penghuni rumah tersebut akan meninggal. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam membatalkan dan menghapuskan keyakinan seperti itu.
Makna Shofar
Adapun sabda beliau ((ولا صفر))/tidak ada shofar. Shofar adalah bulan yang sudah kita kenal. Dahulu orang jahiliyah merasa sial dengan bulan itu, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam membatalkan keyakinan itu dan menjelaskan bahwa shaofar seperti bulan yang lainnya dan tidak membawa kesialan. Sebagian ulama mengatakan bahwa Shofar adalah nama penyakit perut yang menular, maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam membatalkan keyakinan tersebut.
Makna an-Nau
Adapun an-Nau adalah bentuk tunggal dari al-Anwa yang berarti bintang, dan dahulu orang jahiliyah merasa sial dengan sebagian bintang, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi Wasallammembatalkan dan menghapuskan keyakinan itu. Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala menjelaskan bahwasanya Dia menciptakan bintang-bintang itu hanyalah untuk tiga hal : 1. Sebagai hiasan langit, 2. Alat untuk melempar syetan yang mencuri berita dari langit,3. Sebagai tanda arah mata angit baik di darat maupun laut. Sebagaimana firman-Nya:
وَلَقَدْ زَيَّنَّا السَّمَاء الدُّنْيَا بِمَصَابِيحَ وَجَعَلْنَاهَا رُجُومًا لِّلشَّيَاطِينِ
“Dan telah Kami hiasi langit dunia ini dengan bintang-bintang dan Kami menjadikannya pelempar bagi syaitan.”[al-Mulk/: 5]
Dan Allah juga berfirman:
وَهُوَ الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ النُّجُومَ لِتَهْتَدُواْ بِهَا فِي ظُلُمَاتِ الْبَرِّ وَالْبَحْرِ
“Dan Dialah yang menjadikan bintang-bintang bagimu, agar kamu menjadikannya petunjuk dalam kegelapan di darat dan di laut.” [Al-An’am/6: 97]
وَعَلامَاتٍ وَبِالنَّجْمِ هُمْ يَهْتَدُونَ
“(Dan Dia ciptakan) tanda-tanda (penujuk jalan).Dan dengan bintang-bintang itulah mereka mendapat petunjuk.” [An-Nahl/16:16]
Makna Ghaul
Adapun ghaul adalah dari bangsa jin yang mengganggu manusia di padang pasir dan menyesatkan mereka dari jalan dan menakut-nakuti mereka. Dahulu orang-orang jahiliyah meyakini mereka dan bahwasanya mereka itu (jin-jin) melakukan hal itu karena kekuatan mereka sendiri, maka Allah membatalkan keyakinan mereka. Diriwayatkan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:
((إذا تغولت الغيلان فنادوا بالأذان))
“Apabila syaitan (hantu) menakutimu maka kumandangkanlah adzan.”[HR. an-Nasaai dalam sunan al-Kubra]
Maknanya bahwa menyebut nama Allah bisa mengusir mereka, demikian juga berlindung dengan kalimat Allah (kalimat Allah adalah sifat Allah) yang sempurna dari keburukan mahluk-Nya, bisa melindungi seseorang dari keburukan syetan dan yang lainnya. Tentunya hal itu disertai dengan melakukan sebab-sebab yang telah Allah jadikan sebagai sebab untuk melindungi dari keburukan.
Makna al-Fa’l
Adapun al-Fa’l adalah, seseorang mendengar perkataan yang baik, lalu perkataan itu membuat dia senang, akan tetapi tidak menjadikan dia mengurungkan keperluannya. Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah menafsirkan al-Fa’l seperti itu, ketika beliau ditanya tentang fa’l beliau menjawab:
((الكلمة الطيبة))
“(al-Fa’l) adalah perkataan yang baik.”
Di antara contohnya adalah, seorang yang sakit mendengar orang yang berkata:”Wahai orang yang sehat, orang yang disembuhkan, maka dia merasa senang.” Demikian juga orang yang sedang mencari barangnnya yang hilang apabila mendengar:”Wahai orang yang menemukan barangnya, wahai yang berhasil dll kemudian dia merasa optimis dengan perkataan itu.
Wallah Waliyut Taufiq.
(Sumber: Majmu’ Fatawa wal Maqalat al-Mutanawi’ah, Syaikh Ibnu Baz rahimahullah,dari www.binbaz.org.sa, diterjemahkan oleh Abu Yusuf Sujono )
Artikel asli: https://almanhaj.or.id/3613-adakah-penularan-penyakit.html